Untuk dapat disebut normal, kita setidaknya harus memenuhi dua syarat. Normal dalam arti teknis dan dalam arti non-teknis. Dalam arti teknis artinya dapat diukur dari statistik atau angka rata-rata, orang bilang "kuantitiatif". Dalam Arti non-teknis adalah bila ukuran atau bayangan ideal secara subjektif, kualitatif, mendekati bayangan itu. Hanya saja ukuran non-teknis ini tentu tidak ada hubungan sama sekali dengan jumlah rata-rata.
Orang yang bersikap jujur terhadap sesama, termasuk bayangan ideal yang patut dimiliki manusia normal dalam tingkah laku dan tutur katanya. Oleh karena keadaan normal itu bukanlah apa yang disebut nilai rata-rata melainkan suatu norma yang ideal, maka kita tak dapat menerangkannya secara kuantitatif maupun secara statistik. Rata-rata statistik hanya akan memberikan data-data sosiologis. Hal ini tidak mengungkapkan suatu pandangan tertentu ke dalam keadaan jiwa seseorang, juga tidak ke dalam susunan kejiwaan dari individu. Masalahnya adalah, karena keadaan normal itu harus utuh antara ukuran fisik dan ukuran jiwa.
Keadaan normal seperti yang digunakan dalam penilaian psikologis dan konsultasi dengan individu yang sehat atau terganggu, hanyalah dapat diukur dengan ketentuan yang bersifat ideal dan bersifat kualitatif.
Citra ideal bagi Kesadaran Diri Sendiri
Citra ideal merupakan satu kebutuhan mutlak bagi setiap orang yang mencari arti hidup ini sebagai satu keseluruhan. Citra ideal adalah norma petunjuk. Bagaikan garis-garis besar haluan, mereka hanya memperlihatkan jurusan yang harus ditempuh, yang harus kita pilih pada waktu kita mau memperoleh KESADARAN DIRI SENDIRI. Mereka bukanlah sasaran yang harus kita gapai, melainkan sekedar tanda-tanda petunjuk arah kemana kita harus menjuruskan KESADARAN DIRI KITA SENDIRI itu.
semakin konsisten hidup kita ke arah citra ideal ini, semakin jelas kita menampakkan keadaan normal yang kita harapkan itu, semakain murni keadaan TINGKAH LAKU kita yang wajar, dan selanjutnya semakin maju kita menggerakkan DIRI KITA SENDIRI, sehingga dapat mengurangi gejolak yang tidak wajar dalam lingkungan masyarakat kita.
Masalahnya kemudiaan adalah, menilai orang lain itu lebih gampang, tetapi tidaklah mudah menilai DIRI KITA SENDIRI bukan?
sulitnya merendahkan hati...
semoga dimensi kompetensi ini...
membasuh hausnya nurani...
teman-teman, kita
sudah diajarkan DIMENSI KOMPETENSI, meliputi : (1) Task Skill yaitu
kemampuan melaksanakan tugas-tugas dan kewajiban individu, (2) Task
Management Skill yaitu mengelola sejumlah tugas yang berbeda dalam
satu pekerjaan, (3) Contigency Skill yaitu kemampuan merespon
dan mengelola kejadian irreguler dan masalah, (4) Job/Role Environment
Skill yaitu kemampuan menyesuaikan dengan tanggung jawab dan harapan
lingkungan kerja dan jangan lupa (5)Transfer Skill yaitu kemampuan
menghantarkan dan memberikan arahan. Bila ditilik-tilik, sekali lagi
ditilik-tilik...rupanya DIMENSI KOMPETENSI ini sangat mirip dengan apa yang
diajarkan Rasullah sebagai Ukuran TAQWA, coba saja lihat...dan
keadaan normal itu tidak lain adalah keaadaan dimana ALLAH RIDHO...
bukankah kita secara
individu memiliki tugas dan kewajiban utk beribadah..kemudian
sejumlah kewajiban mahdoh dan ghoir mahdoh harus
kita kelola, meski keadaan tidak normal kita tetap harus kembali pada ukuran
normal yaitu konsisten pada tugas, apakah Allah akan ridho kita tidak beribadah
hanya karena kejadian irreguler dan masalah? lalu bagaimana kita menjadi rahmatan
lil alamin utk memakmurkan alam, bukan hanya utk diri sendiri saja
kan? belum lagi kita juga memiliki kewajiban 'mengajak' atau dakwah menuju
jalan yang benar....sangat mirip kan? dan semuanya akan berjalan normal dalam
keadaan Allah Ridho....maka seluruh pahala, kemudahan,
pertolongan Allah dan kasih sayang-Nya akan turun pada orang-orang yang
diridhoi-Nya...di sinilah kenapa orang tidak tenang, tidak bahagia karena
cara-caranya yang di luar keridhoan Allah...
Bukankah ini ciri-ciri
orang bertaqwa? ia merasa harus telili dalam menjalankan STANDAR yaitu
perintah2-Nya dan tentu jangan keluar dari STANDAR, yaitu menjauhi
segala larangan-Nya...ia merasa takut kepada-Nya tetapi tetap bersahaja dan
penuh integritas tanpa menyusahkan atau menyulitkan
orang lain...
seorang yang sudah
kompeten tidak perlu diawasi dengan keyakinannya berpedoman pada standar karena
ia memiliki integritas diri, orang taqwa memiliki IMAN,
begitu juga orang yang taqwa ia senantiasa merasa selalu diawasi Allah meski ia
tdk mampu melihat-Nya, atau IHSAN...seorang yang kompeten akan
tulus menuntaskan seluruh rangkaian teknisnya...tak jauh beda seperti orang
taqwa yang IKHLAS menjalani semuanya...ia juga menyerahkan
seluruhnya kepada Allah agar selamat dan itulah yang disebut ISLAM...
semoga kita meraih
predikat TAQWA karena inilah satu-satunya ukuran keselamatan kita di akhirat
kelak...
terima kasih
guru-guruku..teman-temanku, yang bantuin dan telah direpotkan membantuku....dan semuanya atas pencerahan yang diraih
ini....mohon dimaafkan atas segala kesalahan dan kekurangan..semoga Allah
membalas seluruh kebaikannya dengan lebih berlipat ganda, Amin.
ayo, bersama kita maju
!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar