Selasa, 02 Desember 2014

BAGAIMANA SEORANG MUSLIM MEMANDANG KEHIDUPAN



“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS An Nahl, 16:89).

HIDUP ini sebuah misteri dan penuh rahasia! Manusia memiliki keterbatasan dalam memahami makna hidup. Pada umumnya, manusia tidak mengetahui banyak hal tentang sesuatu, yang mereka ketahui hanyalah realitas yang nampak saja (Q.S 30: 6-7). Tidak ada seorang pun yang tahu berapa lama ia akan hidup, di mana ia akan mati, (Q.S 31: 34) dalam keadaan apa ia akan mati, dan dengan cara apa ia akan mati, sebagian manusia menyangka bahwa hidup ini hanya satu kali dan setelah itu mati ditelan bumi. Mereka meragukan dan tidak percaya bahwa mereka akan dibangkitkan kembali setelah mati (Q.S An-Naml: 67). Adapun mengenai kepercayaan adanya kehidupan setelah mati pandangannya sangat beragam tergantung pada agama dan kepercayaan yang dipeluk dan diyakini.

Islam menjelaskan makna hidup yang hakiki melalui perbandingan dua ayat yang sangat kontras, seperti dicontohkan di dalam Alquran. Seorang yang telah mati menurut mata lahir kita, bahkan telah terkubur ribuan tahun, jasadnya telah habis dimakan cacing dan belatung lalu kembali menjadi tanah, namanya sudah hampir dilupakan orang. Tetapi yang mengherankan, Allah SWT memandangnya masih hidup dan mendapat rezeki di sisi-Nya serta melarang kepada kita menyebut mati kepada orang tersebut. Hal ini dapat kita lihat dalam (Q.S 3: 169). "Janganlah kalian menyangka orang-orang yang gugur di jalan Allah itu telah mati, bahkan mereka itu hidup dan mendapat rezeki di sisi Allah." Sebaliknya ada orang yang masih hidup menurut mata lahir kita, masih segar-bugar, masih bernapas, jantungnya masih berdetak, darahnya masih mengalir, matanya masih berkedip, tetapi justru Allah menganggapnya tidak ada dan telah mati, seperti disebutkan dalam firmannya "Tidak sama orang yang hidup dengan orang yang sudah mati. Sesungguhnya Allah SWT mendengar orang yang dikehendaki-Nya, sedangkan kamu tidak bisa menjadikan orang-orang yang di dalam kubur bisa mendengar," (QS Al-Fathir 22). Maksud ayat ini menjelaskan Nabi Muhammad tidak bisa memberi petunjuk kepada orang-orang musyrikin yang telah mati hatinya.

Dua ayat ini memberikan perbandingan yang terbalik, di satu sisi orang yang telah mati dianggap masih hidup, dan di sisi lain orang yang masih hidup dianggap telah mati. Lalu apa hakikat makna hidup menurut Islam?
Muslim adalah orang yang berserah diri. (2:132) “ittaqulloha haqo tu qotihi. Wala tamuttunna ila wa antum muslimun”. Hidup adalah perjalanan. Setiap kali ada perjalanan tentu ada beda orang memandangnya. Nah bagaimana seorang Muslim memandang kehidupan Dunia? Ada seorang yang  telah menunaikan ibadah haji, tertib dalam shalatnya, dan tunai dalam kewajiban-kewajibannya. Tetapi setelah itu malah kesulitan-kesulitan yang menghampirinya.Apakah gerangan yang sedang terjadi?
UJian : kenaikan tingkat (jika telah memenuhi syarat, jika beriman maka akan diuji utk meningkatkan keimanannya, syaratnya ia tidak melakukan maksiat, spt seorang mhsw jika ingin mengikuti ujian ia harus membayar administrasi, kehadiran kuliah sekina persen, dst) (
Musibah : pengingatan bahwa ada pelanggaran yang dilakukan (pengingat adalah bukti kasih sayang Alloh sebagai teguran)
Adzab : hukuman bagi siapa yang meninggalkan perintah-perintah ALloh dan maksiat kepada-Nya. (bukti bahwa adanya bencana alam yang mengadzab suatu kaum , karena kaum itu telah mengundang murkanya Alloh (7; 4).

1.     HIDUP ADALAH UJIAN
·       Allah SWT menciptakan dunia ini adalah semata-mata bertujuan untuk menguji setiap manusia, siapakah diantara mereka yang bersyukur dan yang kufur, siapa yang bersabar  atau yang tidak. Hal ini dijelaskan di dalam firman Allah SWT sebagai berikut :
·       Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al Mulk, 67: 2).
·       Dan tidaklah Kami ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian”. (QS. Al Anbiyaa’, 21: 16-17).
·       Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya”. (QS. Al Kahfi, 18: 7).
·       Dengan demikian, Allah mengharapkan manusia tetap menjadi hamba-Nya yang setia sepanjang hidupnya. Dengan kata lain, dunia adalah tempat di mana mereka yang takut kepada Allah dan mereka yang tidak berterima kasih kepada Allah dibedakan satu sama lain, kebaikan dan keburukan, kesempurnaan dan kekurangan bersisian dalam “kerangka” ini. Manusia diuji dalam banyak hal. Pada akhirnya, orang-orang yang beriman akan terpisahkan dari orang-orang yang tidak beriman dan mencapai surga. Dalam Al Quran hal tersebut digambarkan sebagai berikut:
·       Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (QS. Al Ankabuut, 29: 3).
·       Kebanyakan manusia mengira mereka dapat memperoleh kehidupan yang sempurna begitu mereka bertekad untuk itu. Lebih jauh lagi, mereka mengira bahwa kualitas hidup yang tinggi bisa dicapai dengan memiliki lebih banyak uang, standar hidup yang lebih baik, keluarga yang bahagia, dan kedudukan yang terhormat di masyarakat. Namun, orang-orang yang mencurahkan seluruh waktu mereka untuk memperoleh hal-hal se-perti itu jelas-jelas melakukan kesalahan. Pertama, mereka hanya berjuang untuk meraih ketenteraman dan kebahagiaan di dunia ini dan sama sekali melupakan Hari Akhirat. Walaupun terdapat fakta bahwa tujuan utama mereka adalah menjadi hamba Allah di dunia ini dan mensyukuri apa-apa yang dianugerahkan-Nya, mereka menghabiskan hidup untuk memenuhi berbagai hasrat mereka yang sia-sia.

·       Allah memberitahukan betapa remeh dan menipunya daya tarik dunia di dalam Al Quran:
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagum-kan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS. Al Hadiid, 57: 20)

·       SD-SMP-SMA adalah bentuk kenaikan tingkat.
·       Puncak ujian adalah pada Para Nabi dan Rasul Alloh: Nabi Sulaeman Kaya dan Berkuasa. Nabi Ayyub yang diuji dengan sakit yang luar biasa. Kalau ada diantara kita yang dikaruniai kekayaan dan bahkan sekaligus kekuasaan, merasa sibuk dengan itu lalu tidak mau berserah diri kepada Alloh, pertanyaannya kenapa?? Padahal belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Nabi Sulaeman. Demikian juga jika orang yang menjadikan penyakit yang dideritanya sehingga menghalangi ketaatannya kepada Alloh, kenapa? Penyakit yang diderita Nabi Ayyub demikian menyengsarakan bahkan hanya tinggal mulut yg Cuma dapat bergerak, bernanh dan keluar belatung…tetapi beliau tetap taat dan berserah diri kepada Alloh SWT sebagai bukti berserah diri kepada-Nya sebagi bukti orang yang lulus dalam ujiannya.

2.     HIDUP ADALAH PILIHAN
·       QS 98 (albayyinah): 10: wahadaina hunazdain. Hidup ini adalah pilihan. Mudah-susah. Ya-tidak. Syukur-Kufur. Beriman-tidak beriman.
·       Abu Hurairah berkata : “Rasulullah saw berpesan kepada saya, ‘Wahai Abu Hurairah, maukah aku perlihatkan kepadamu dunia dengan segala isinya?’
Jawabku : :”Tentu, ya Rasulullah.”
Beliau lantas memegang tangan saya dan mengajak saya ke sebuah telaga di Madinah. Tiba-tiba saya melihat tumpukan sampah penuh dengan kepala manusia, kotoran, potongan kain, dan tulang-belulang. Kemudian beliau bersabda, ‘Wahai Abu Huraryrah, inilah kepala-kepala yang dulu rakus seperti kerakusanmu dan berangan-angan seperti angan-anganmu. Kemudian pada hari itu, semua menjadi tulang tanpa kulit; lalu menjadi abu. Kotoran ini adalah berbagai jenis makanan yang mereka usahakan, kemudian mereka memasukkannya ke dalam perut. Lalu jadilah ia sesuatu yang dihindari manusia. Potongan kain usang ini adalah pakaian mewah mereka, lalu ia sesuatu yang diterpa angin. Sedangkan tulang ini adalah tulang belulang binatang tunggangan mereka yang membawa mereka ke penjuru negeri. Oleh karen itu, barangsiapa yang bisa menangisi dunia, menangislah!.’ Kami lantas tidak meninggalkan tempat itu melainkan dengan menangis tersedu-sedu
.”
·       Letak mulianya Manusia adalah Alloh memberinya pilihan. Kisah Nabi Adam, Malaikat dan Iblis membuktikan hal ini.

3.     HIDUP ADALAH IBADAH
·          QS Adz Dzariyat (51):56: “Wama kholaqtul jinna wal insan ila liya’buduni”.
·          Ibadah artinya mengabdi. Beda antara Khaliq (Pencipta) dengan Makhluq (Yang diciptakan) adalah Khaliq memberi perintah itu untuk kepentingan makhluk, sedangkan makluk menerima perintah itu untuk kepentingan dirinya.
·          Dalam menjalani ibadah ini mesti didasari dari penerimaan dan kesadaran akan pilihan tadi. (Orang yang mempercayai dan yakin bahwa Hanya Alloh satu-satunya sesembahan-Nya dan Bersaksi bahwa Muhamad adalah Rasul utusan-Nya dialah yang beriman, dan orang beriman yang berserah diri adalah seorang muslim maka tiada paksaan dalam menjalani pengabdian kepada Alloh. (2:256). Inilah bukti dari ujian kehidupan pada manusia seluruhnya, maka bertaqwalah kepada ALloh dengan sebenar-benarnnya taqwa kepada-Nya, tidak lebih baik Dosen dibandingkan dengan mahasiswanya, siswa dengan gurunya, bos dan karyawanannya, atasan dengan bawahannya anak- atau bapaknya, yang lebih baik adalah yang paling bertaqwa dan memurnikan ketaqwaan kepadanya.

Maka Seorang Muslim yang menggunakan akal pikirannya, Ada segera melalukan instrospeksi diri bahwa HIDUP adalah Perjalanan yang mengandung UJIAN dan Ia Akan memilih untuk Segera Berserah Diri kepada-Nya sebagai Bukti Rasa Syukur atas Nikmat Datangnya Petunjuk yang telah sampai ke dalam Dadanya…Lalu selanjutnya ia akan mengisi seluruh hidupnya sebagai BENTUK PENGABDIAN atau IBADAH hanya kepada-Nya. Itulah sesungguhnya FITRAHNYA MANUSIA. (QS Ar-Rum: 30:30).

BAGAIMANA SEORANG MUSLIM MENJALANI HIDUPNYA?
Dalam Al Qur'an, Allah langsung menjawab semua pertanyaan yang jawabannya dibutuhkan oleh manusia sepanjang hidupnya. Allah memberikan pemecahan yang sempurna dan paling masuk akal untuk semua masalah yang muncul. Seperti firman Allah pada ayat kedua surat Al Baqarah, " Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa." Ayat-ayat lainnya juga menunjukkan bahwa Allah telah menjelaskan segalanya dalam Al Qur'an:

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (QS Yusuf, 12:111)

… “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS An Nahl, 16:89).

Orang yang beriman mengatur seluruh hidupnya sesuai dengan Al Qur'an dan berjuang untuk melaksanakan dengan hati-hati setiap hari apa yang telah dia baca dan pelajari dari ayat-ayat Al Qur'an. Dalam segala perbuatannya sejak bangun di pagi hari sampai tidur di malam hari, dia berniat untuk berpikir, berbicara, dan bertindak berdasarkan ajaran Al Qur'an. Allah menunjukkan dalam Al Qur'an bahwa pengabdian seperti ini menjadi ciri utama seluruh kehidupan orang beriman.

Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al An'am, 6:162).

Tetapi ada orang yang berpikir bahwa agama hanyalah meliputi ritual yang terbatas pada waktu-waktu tertentu—bahwa hidup hanya terdiri atas waktu sholat dan waktu lainnya. Mereka memikirkan Allah dan hidup setelah mati hanya di saat mereka berdoa, berpuasa, bersedekah, atau naik haji ke Mekah. Di waktu lain mereka tenggelam dalam urusan dunia. Hidup di dunia ini bagi mereka adalah perjuangan tanpa arah yang jelas. Orang semacam itu hampir memisahkan diri dari Al Qur'an sepenuhnya dan memiliki tujuan sendiri dalam hidup, pemahaman sendiri mengenai akhlak, pandangan sendiri mengenai dunia dan pedoman nilainya. Mereka tidak mengerti apa arti ajaran Al Qur'an sebenarnya.



Seseorang yang melaksanakan ajaran Al Qur'an dan mengikuti Sunnah Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup tentu akan menjalani hidup yang sangat berbeda dengan orang yang bermental seperti kita sebutkan tadi. Orang ini tidak akan lupa bahwa dia adalah bagian dari takdir yang Allah telah tetapkan atasnya dan akan menjalani hidupnya dengan percaya (IMAN) dan berserah diri (ISLAM) pada-Nya. Dengan demikian, dia akan tahu bahwa dia tidak perlu khawatir, sedih, takut, resah, pesimis atau tertekan; atau dikuasi oleh kepanikan pada saat kesulitan menghadang. Dia akan menghadapi semua yang datang kepadanya dengan cara yang Allah tunjukkan dan izinkan. Semua perkataan, keputusan, dan tindakannya menunjukkan bahwa dia hidup sesuai dengan Sunnah yang merupakan kerangka pengamalan dari ajaran Al Qur'an. Baik di saat sedang berjalan, menyantap hidangan, pergi ke sekolah, menuntut ilmu, bekerja, berolah raga, mengobrol, menonton televisi, atau mendengarkan musik, dia sadar bahwa dia bertanggung jawab menjalankan hidupnya sesuai dengan rida Allah. Dia menyelesaikan semua urusan sesuai amanat yang diembannya dengan sebaik-baiknya, sekaligus berpikir bagaimana meraih rida Allah dalam urusan yang dikerjakannya. Dia tidak pernah bertindak dengan cara yang tidak diperkenankan oleh Al Qur'an dan berlawanan dengan Sunnah.

Hidup dengan nilai-nilai Islam dapat dilakukan dengan mengamalkan perintah dan nasihat yang diberikan oleh Al Qur'an pada segala segi kehidupan. Hal demikian dan pelaksanaan Sunnah adalah satu-satunya cara agar manusia mampu mencapai hasil terbaik dan yang paling membahagiakan di dunia dan akhirat. Tuhan berfirman dalam Al Qur'an bahwa seseorang dapat mencapai kehidupan yang terbaik dengan melakukan amal saleh

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS An Nahl, 16: 97).

Dengan kehendak Allah, menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an dan Sunnah akan membuat seseorang mampu mengembangkan sebuah pemahaman yang luas, kecerdasan yang unggul, kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, dan kemampuan untuk mempertimbangkan sebuah urusan secara mendalam. Karakteristik ini akan menjamin seseorang yang memilikinya akan menjalani setiap saat dalam hidupnya dengan kemudahan yang bersumber dari kelebihan tersebut. Seseorang yang menjalani hidupnya dengan berserah diri kepada Allah dan sesuai dengan ajaran Al Qur'an akan sepenuhnya berbeda dengan orang lain dalam hal cara bertindak, duduk dan berjalan, dalam sudut pandangnya dan dalam cara menjelaskan serta menafsirkan sesuatu, juga dalam pemecahan yang ia temukan atas persoalan yang dihadapinya. Sudah pasti bahwa hanya ajaran Al Qur'an yang mampu membuat seseorang menjalani hidupnya setiap jam dalam setiap hari, dan setiap saat dalam hidupnya dalam suasana surgawi, lingkungan damai yang jauh dari tekanan, keresahan, dan kekhawatiran di dunia ini.


Tak ada yang menjamin (Kutipan Puisi)

Tidak Ada yang Menjamin
Karya: Kiki Barkiah



Amal baikmu menyempurnakan tingkatanmu di surga
Karena pahala sering bergugur tak bersisa
Saat ikhlas tak menyertai jiwa
Bahkan sombong, ujub dan riya
Menggoda hati, merusak amal di akhirnya

Perlu meluruskan niat berkali-kali
Saat berbagi menebar inspirasi
Menumpuk amal jariyah yang mengalir tanpa akhir
menyulut obor semangat untuk meneladani

Namun teruslah menanam benih kebaikan
sebanyak yang kau bisa persembahkan
Karena amal buruk yang sengaja kau lakukan
Sudah pasti memperberat timbangan keburukan

Karena setiap detik terus berlalu
Dan batang usia semakin tumbuh
Relakah hal lain selain kebaikan mengisi waktumu?

Tak ada yang menjamin

Impian hebat dan jasa yang besar
Kerja nyata dan prestasi yang berbinar
Mampu menyelamatkan diri dari api yang membakar

Bisa jadi pahala yang kau sangka segudang
Tak bersisa karena menghilang
Saat bukan karena Allah, niat yang terpancang

Bisa jadi amalan yang kau sangka sederhana
Yang membuat Allah menjadi ridha
Memperberat timbangan pahala
Untuk menarikmu ke dalam surga

Perlu meluruskan niat berkali-kali
Saat menebar manfaat yang besar
Maknai hidup yang hanya sebentar
Demi bekal yang kelak ingin ditukar
Dengan keridhoan Allah di padang masyar

Namun teruslah mengejar mimpi dengan beramal besar
Karena kita tak tau amalan mana yang pahalanya tertakar
Yang membawamu ke surga yang indah menghampar
Karena saat kesia-siaan menjadi kebiasaan yang mengakar
Lebih mendekatkanmu pada kemaksiatan yang besar

Karena setiap detik terus berlalu
Dan batang usia terus tumbuh
Relakah kesiaan mengisi hari-hari hidupmu?

Tak ada yang menjamin

Kedudukanmu yang terus memuncak
Namamu yang semakin harum semerbak
Menghidarkanmu dari panas api yang bergejolak

Semakin tinggi kedudukan yang kau punya
Semakin kecang badai kan menerpa
Semakin besar peluangmu untuk tergoda
Terjerumus dalam lumpuran dosa

Maka terkadang menjadi manusia yang terlihat sederhana
Namun keikhlasanya kan membawanya ke surga
Akan menjadi pilihan yang lebih bahagia

Perlu meluruskan niat berkali-kali
Bahwa kedudukan yang tinggi
Melahirkan berjuta kesempatan beramal sholih
Yang kelak menempatkanmu dalam surga yang tinggi

Namun teruslah bergerak
Meningkatakan kemuliaan diri yang berderajat
Meraih sebanyak-banyaknya amalan pemberat
Agar kau miliki peluang yang lebih banyak
Untuk meraih surga firdaus di negeri akhirat

Sementara jika kau berharap yang biasa sekedar meraih teras surga saja
Yang kau bayar dengan amalan sederhana
Dan jalani hidup dengan mengalir saja
Bagaimana kiranya
Jika amalan itupun ternyata tak diterima?
Dimanalagi kau akan habiskan hidup selamanya
Jika tak sekedar mendapat teras surga?

Karena tak ada yang bisa menjamin

Maka teruslah berbuat dan luruskan niat
Luruskan niat, luruskan niat, luruskan niat
berkali-kali disetiap tahap
Karena syaitan terus menggoda di setiap saat
Agar setiap detikmu selalu menjadi simpananmu di negeri akhirat



==========================
Saya tulis puisi ini untuk seorang sahabat yang merasa berkecil hati karena mengerjakan amalan yang terlihat sederhana, sementara beliau menyangka saya mengerjakan mimpi mimpi besar, padahal tak ada satupun jaminan bahwa amalan ini akan mengantarkan saya ke dalam surga.

San Jose, California

Kamis, 16 Oktober 2014

CINTA YANG SAH DAN YANG TIDAK SAH, sebuah Apresiasi Terhadap Romantisisme


 "Temukan cintamu, niscaya kau temukan jati dirimu".
 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu...” (QS. Al Mumtahanah, 60: 1)


Sentimentalisme, atau dengan kata lain, kerinduan romantis, menjadikan dirinya lebih sering dikenal dalam  samaran "cinta". Kaum nasionalis romantis menyatakan mencintai negara mereka, yang menjadi alasan bagi mereka untuk memusuhi atau bahkan menyerang bangsa-bangsa lain. Atau kita bisa memperhatikan seorang pemuda yang jatuh cinta kepada seorang gadis yang dijadikan satu-satunya fokus dalam hidupnya. Yang menuntun pemuda itu menulis bagi sang gadis puisi, "Aku cinta kepadamu", dan menjadi terobsesi dengannya sampai hendak bunuh diri, dan bahkan "memuja" sang gadis, adalah gagasan "cinta". Kemudian ada kaum homoseksual, mereka yang jelas-jelas melanggar larangan Tuhan, tanpa malu-malu dan berkeras mempraktikkan penyimpangan seksualnya; mereka juga mengklaim telah menemukan "cinta".

Sementara bagi mayoritas orang, mereka mengira bahwa setiap perasaan yang mengatasnamakan "cinta" dianggap mulia, murni dan bahkan suci, dan bahwa contoh-contoh kerinduan romantis seperti yang disebutkan di atas, dapat diterima sepenuhnya. Cinta memang perasaan yang indah, yang dianugrahkan Allah kepada manusia, tetapi penting untuk membedakan apakah cinta itu nyata atau tidak, dan untuk menimbang-nimbang kepada siapa cinta ditujukan, dan sentimen apa yang menjadi dasarnya. Penyelidikan demikian akan menjelaskan perbedaan antara sentimentalisme yang mengarah pada cinta yang menyimpang, dan cinta sejati, seperti yang difirmankan Allah di dalam Al Quran.

Masalah ini akan coba kita kaji dalam tulisan ini. Namun, pertama-tama, sebagai informasi awal, mari kita kaji makna cinta seperti yang dinyatakan dalam Al Quran. Menurut Al Quran, (Kitab Penyempurna terakhir kehidupan manusia, sebagai Manual book Pencinptaan Manusia) cinta harus ditujukan kepada yang berhak menerimanya. Mereka yang tidak pantas menerimanya tidak perlu dicintai. Bahkan kita diharuskan menjaga jarak secara emosional dari mereka, atau setidaknya, tidak merasakan kecenderungan ke arah mereka. Tetapi mereka yang pantas menerimanya, pantas dicintai karena sifat-sifat baiknya.
 
Satu-satunya Zat yang berhak menerima cinta mutlak adalah Allah, yang menciptakan kita semua. Allah yang menciptakan kita, melimpahi dengan nikmat yang tidak terhitung banyaknya, yang menunjukkan jalan, dan menjanjikan surga abadi untuk kita. Dia menolong kita keluar dari setiap kecemasan dan dengan sabar mendengarkan setiap doa kita. Dialah yang memberi kita makan hingga kenyang, mengobati kita apabila sakit dan kemudian mengembalikan semangat kita. Karena itu, mereka yang memahami misteri alam semesta akan mencintai Allah di atas segalanya, dan mencintai siapa saja yang dicintai Allah, yaitu orang-orang yang taat mengikuti kehendak-Nya.

Di lain pihak, para pembangkang yang memberontak terhadap Allah, Tuhan mereka, tidaklah layak untuk dicintai. Memberikan cinta kepada orang-orang itu adalah kesalahan besar, bertentangan dengan peringatan Allah terhadap orang beriman dalam firman-Nya berikut ini:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasilh sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al Mumtahanah, 60: 1) 

Seperti yang dinyatakan pada ayat di atas, orang beriman tidak boleh memberikan cintanya kepada pembangkang. Ada hal penting di sini yang perlu diingat: meskipun orang beriman tidak merasakan cinta dalam hatinya bagi seseorang yang menolak agama, dia harus tetap berusaha dengan segala daya untuk mengajaknya beriman dan patuh kepada Allah. "Tidak mencintai" orang seperti itu bukan berarti membencinya, atau tidak menghendaki apa yang baik baginya. Sebaliknya, orang beriman kepada Allah akan menjelaskan makna agama kepada siapa saja yang mencari jalan lurus, dan yang mau menerima petunjuk. Orang beriman yang mengingatkan orang lain tentang keberadaan surga dan neraka, dan memperingatkannya tentang kematian, hari perhitungan, dan kehidupan akhirat, akan memenuhi tugasnya dengan kepedulian dan kasih sayang. Bahkan jika seseorang tetap tidak beriman, walaupun segenap daya upaya sudah dikerahkan, ini tidaklah menghalangi Muslim untuk berbuat adil terhadapnya. Kecuali seseorang mencoba menyakiti orang-orang beriman, atau menyebabkan konflik dan pertentangan antar se-sama, seorang muslim harus tetap bersikap toleransi kepada semuanya, karena Allah sudah memberi perintah kepada orang-orang yang beriman:

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah, 60: 8-9) 

Pada ayat di atas, seperti juga ayat sebelumnya (QS. Al Mumtahanah, 60: 1), Allah, dengan kebijaksanaan-Nya, mengajarkan kita suatu hal yang sangat penting untuk dipahami. Emosi tidak boleh menuntun perilaku seseorang, karena ia dapat menjerumuskannya pada kesalahan besar. Seseorang harus bertindak, tidak menurutkan emosinya, tetapi menurutkan akal sehatnya, kehendak bebasnya, dan perintah Allah. Lebih jauh, dia harus melatih emosinya agar selaras dengan akal sehat dan kehendaknya.

Kita dapat mengenali kebutuhan ini dalam diri siapa saja yang sudah jatuh ke dalam perangkap sentimentalitas. Ratusan juta orang diperbudak oleh perasaan, ambisi, nafsu, kebencian dan kemarahan mereka. Mereka melakukan hal-hal yang tidak rasional, dan mem-benarkan tindakan mereka dengan menyatakan ketidakberdayaan, misalnya berkata, "Saya tidak bisa menahannya, saya benar-benar menyukainya," atau "Saya tidak berdaya. Saya menginginkannya. Saya merasa menyukainya." Tetapi sebenarnya, sesuatu yang "disukai" seseorang tidak berarti baik atau sah. Perasaan di dalam diri kita selalu mendorong kita untuk melakukan kesalahan, dengan setan menghasut kita melakukan kesalahan yang lebih besar lagi. Ketika seseorang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Allah, dan berdalih, "Saya tidak kuasa menahannya. Saya merasa menyukainya," sebenarnya dirinya bertindak sebagai alat setan. Di dalam Al Quran, Allah merujuk orang-orang seperti itu melalui ayat berikut:

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat ber-dasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al Jaatsiyah, 45: 23) 

Jika diteliti pelbagai contoh romantisisme berlebihan, amatlah banyak, sejenis sentimentalisme. Pernahkah kita merenungkan bahaya yang mengancam manusia dari cara berpikir demikian, dan bagaimana penyakit itu bisa diatasi?

hmmm....sungguh banyak hal yang melalaikan kita merenungkannya bukan?.
Mari kawan kita kembali mensyukuri karunia kemampuan kita untuk BERPIKIR.

~Kawanmu

BAHAYA MANUSIA YANG TIDAK BERPIKIR & BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERFIKIR



I.BAHAYA MANUSIA YANG TIDAK BERPIKIR


  • Pernahkah Anda memikirkan bahwa Anda TIDAK ADA SEBELUM DILAHIRKAN ke dunia ini?; dan Anda TELAH DICIPTAKAN DARI KETIADAAN?
  • Pernahkah Anda berpikir, bagaimana bunga yg setiap hari Anda lihatsaat Anda lewat, yang tumbuh dari tanah yang hitam, ternyata memiliki BAU YANG HARUM SERTA TAMPAK BERWARNA WARNI?
  • Pernahkah Anda memikirkan seekor nyamuk, yang sangat mengganggu ketika terbang mengitari Anda, mengepakkan sayapnya dengan kecepatan yang sedemikian tingi sehingga KITA TIDAK MAMPU MELIHATNYA?
  • Pernahkah Anda berpikir bahwa lapisan luar dari buah-buahan seperti pisang, semangka, melon dan jeruk berfungsi sebagai pembungkus yang sangat berkualitas, yang membungkus daging buahnya sedemikian rupa sehingga RASA DAN KEHARUMANNYA tetap terjaga?
  • Pernahkah Anda berpikir bahwa gempa bumi mungkion saja dating secara tiba-tiba ketiak Anda sedang tidur, yang menghancurluluhkan rumah, kantor dan kota Anda hingga rata dengan tanah sehingga  dalam tempo beberapa detik saja Anda pun KEHILANGAN SEGALA SESUATU YANG ANDA MILIKI DI DUNIA INI?
  • Pernahkah Anda berpikir bahwa kehidupan Anda berlalu dengan sangat cepat, Anda pun menjadi semakin tua dan lemah, dan lambat laun KEHILANGAN KETAMPANAN ATAU KECANTIKAN, KESEHATAN DAN KEKUATAN ANDA?
  • Pernahkah Anda memikirkan bahwa suatu hari nanti malaikat yang diutus oleh Alloh akan datang MENJEMPUT UNTUK MEMBAWA ANDA MENINGGALKAN DUNIA INI?
JIKA DEMIKIAN, Pernahkah Anda berpikir mengapa MANUSIA DEMIKIAN terbelengu oleh KEHIDUPAN DUNIA yang sebentar lagi akan mereka tinggalkan? Dan yang seharusnya mereka jadikan sebagai tempat untuk bekerja keras dalam meraih kebahagiaan hidup di Akhirat?

Manusia adalah MAKHLUK yang dilengkapi Alloh sarana BERPIKIR. Namun saying kebanyakan mereka tidak menggunakan sarana yang TERAMAT PENTING ini sebagaimana mestinya. Bahkan pada kenyataannya sebagian manusia HAMPIR TIDAK PERNAH BERPIKIR.

Sebenarnya setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang seringkali ia sendiri tidak menyadari. Ketika menggunakan kemampuan berpikir tersebut, fakta-fakta yang sampai sekarang tidak mampu diketahuinya, lambat laun mulai terbuka di hadapanya. Semakin dalam ia berpikir, semakin bertambahlah kemampuan berpikrinya dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi setiap orang. Harus disadari bahwa TIAP ORANG mempunyai KEBUTUHAN untuk BERPIKIR serta menggunakan AKALNYA SEMAKSIMAL MUNGKIN.

Beberapa Contoh Bahaya MANUSIA yang Tidak Berpikir

Albert Einstein:
Ditemukan sebuah buku yang mendeskripsikan penyesalan Albert Einstein di Akhir masa hidupnya, bahwa dia menciptakan perumusan yang tidak lengkap yaitu E=mc2 yang fenomenal itu, ditunjukkan kelemahannya oleh Albert Eisntein sendiri bahwa itu hanya terjadi di ruangan vaccum yang tidak terjangkau oleh kekuatan yang sesungguhnya yaitu Kekuatan Sang Maha Pencipta yang tidak ia cantumkan dalam rumusnya tersebut itu. Artinya jika Tuhan tidak menghendaki, maka energi tidak akan berubah jadi materi atau sebaliknya. Tetapi jika manusia yang tidak berpikir lalu menggunakan penemuan E=mc2 ini, maka lahirlah penciptaan bom atom yang dapat meluluhlantakkan kehidupan manusia lainnya.

Teori Darwinisme
Kaum nasionalis romantik menggunakan apa yang disebut "pengungkapan ilmiah dan filosofis" sebagai pembenaran bagi kegemaran mereka menumpahkan darah. Basis dari "pegungkapan" ini adalah Teori Evolusi Darwin.

Darwin, seorang ahli biologi Inggris, menulis buku berjudul "The Origin of the Species" yang diterbitkan tahun 1859. Di dalam buku ini, dia berpendapat bahwa pergulatan tak kenal belas kasih selalu terjadi di alam dan, tergantung pada apakah mereka memperoleh keuntungan atau tidak, mahluk hidup berkembang dan spesies baru pun muncul. Dengan kata lain, menurut Darwin, kunci perkembangan di alam adalah konflik. Di dalam bukunya yang lain, The Descent Man, yang diterbitkan tahun 1871, Darwin mengembangkan gagasannya dengan lebih meyakinkan, dan lebih jauh mengajukan pendapat bahwa sebagian ras manusia relatif lebih maju daripada ras lainnya. Dan ini menjadi pondasi rasisme ilmiah. Darwin menganggap ras kulit putih Eropa sebagai "ras yang maju", dan bangsa Afrika, Asia, dan bahkan Turki, sebagai "ras primitif dan setengah kera".

Dengan menyebarnya teori Darwin, rasisme dan mili-tansi segera mendapatkan dukungan, sampai pada tahapan mereka mulai merasa memiliki "fakta ilmiah".

Hubungan antara Darwinisme dan nasionalisme romantik menjadi jelas: Kaum nasionalis romantik menemukan nafsu berkonflik, dan obsesi mereka dengan keunggulan ras mereka sendiri dibandingkan ras lain, pada Darwinisme.

Pengaruh Darwinisme yang menimbulkan bencana dapat dikenali pada tingkat pertumpahan darah luar biasa yang terjadi dalam Perang Dunia Pertama. Tanpa keraguan sedikit pun, jendral-jendral Jerman, Prancis, Inggris, Rusia, dan Austria mengirim ratusan ribu tentara untuk mati sia-sia. Mereka mengikuti dengan setia slogan Darwinisme bahwa, "mahluk hidup berkembang melalui konflik dan ras-ras mencapai dominasinya melalui perang". Berdasarkan alur pemikiran inilah mereka memberikan perintah untuk berperang.


II. BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR

# PIKIRKAN TENTANG TUJUAN PENCIPTAAN DIRI DAN HAKEKAT JAGAD RAYA

“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS. Maryam, 19: 65).

Perbedaan penting antara orang yang ARIF dengan orang yang CERDAS sering tidak dipahami. Ini merupakan kesalahan besar. Kata "KECERDASAN" umumnya digunakan dalam masyarakat untuk menunjukkan kualitas ketajaman mental saja, dan ini sangat berbeda dengan KEARIFAN.

KEARIFAN adalah kualitas orang beriman yang memiliki kemampuan untuk mengenali tanda-tanda samar dari Allah dalam segala sesuatu yang diciptakan-Nya, yang membuat dia memahami dunia sekitarnya. Tetapi, upaya apa pun untuk memikirkan hal-hal ini, yang hanya mengandalkan kemampuan otak untuk memperhitungkan sebab dan akibat, akan berujung pada persepsi realitas yang sempit dan mekanistik. KECERDASAN adalah kualitas orang beriman yang mempunyai keimanan teguh kepada Allah, dan yang menjalani kehidupannya berdasarkan ajaran ayat-ayat Al Quran. KECERDASAN adalah karakteristik fisik yang dimiliki semua individu dalam pelbagai tingkatan, sedangkan KEARIFAN adalah kualitas yang hanya dimiliki oleh orang-orang beriman. Mereka yang tidak mempunyai KEIMANAN berarti tidak memiliki "KEBAJIKAN" dari kearifan.

KEARIFAN memungkinkan seorang beriman mengerahkan kemampuan mental, penilaian, dan logika, yang berarti memanfaatkan KEBAJIKANnya. Seseorang tanpa KEARIFAN, setinggi apa pun kecerdasan-nya, pada satu saat akan tersesat ke dalam CARA BERPIKIR YANG SALAH ATAU PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG BURUK.

Jika kita mencermati para filosof yang tidak beriman sepanjang sejarah, kita akan menyadari bahwa mereka menyatakan pandangan yang berbeda dan bahkan terkadang saling bertolak belakang untuk permasalahan yang sama. Meskipun mereka adalah orang-orang dengan kecerdasan tinggi, mereka tidak beriman, dan karena tidak beriman, mereka juga tidak cukup arif sehingga tidak mampu mencapai kebenaran. Bahkan sebagian dari mereka menarik manusia ke dalam kesalahan tak terhitung banyaknya. Kita bisa menemukan beberapa contoh demikian dalam sejarah sekarang ini: Banyak filosof, ideologis dan negarawan, seperti Marx, Engels, Lenin, Trotsky, walaupun mereka sangat cerdas, telah menye-babkan bencana bagi jutaan orang, karena mereka tidak mampu menggunakan pikiran mereka secara efektif. Sebaliknya, KEARIFAN menjamin perdamaian, kesejahteraan, dan kebahagian, dan menunjuk-kan cara untuk mencapai semua itu.



KECERDASAN memungkinkan kita, antara lain, untuk berpikir, mem-bentuk persepsi, memusatkan perhatian, dan melakukan aktivitas praktis. Tetapi, lebih dari semua ini, seorang yang arif juga mempunyai pemahaman mendalam yang tidak bisa diperoleh dengan kecerdasan saja, dan dengan kearifan itu dia bisa membedakan antara KEBENARAN DAN KESALAHAN. Oleh karena itu, seorang yang ARIF memiliki WAWASAN JAUH LEBIH LUAS DIBANDINGKAN SEORANG YANG CERDAS.

Sumber kearifan, seperti yang disebutkan sebelumnya, adalah KEIMANAN DAN KETAKWAAN kepada Allah yang tertanam dalam. Mereka yang bertakwa kepada Allah, benar-benar memperhatikan semua perintah dan larangan-Nya, sehingga memiliki wawasan luas sebagai berkah dari Allah. Tetapi, meskipun kebajikan ini mudah diperoleh, HANYA SEDIKIT ORANG YANG DIANUGERAHI KEARIFAN. Kondisi ini, yang disampaikan Allah melalui firman-Nya dalam Al Quran, "Kebanyakan mereka tidak menggunakan akalnya". (QS. Al Maidah, 5: 103), timbul dari kenyataan bahwa kebanyakan orang tidak mem-punyai keimanan yang benar, karena tidak menyisakan ruang dalam kehidupannya bagi Al Quran.

KEARIFAN yang Allah anugerahkan kepada siapa saja yang bertakwa kepada-Nya, dan yang menjalani kehidupannya sesuai tuntunan Al Quran, membuat orang beriman lebih unggul daripada orang tidak beriman dalam banyak hal. Komponen dasar KEARIFAN ADALAH PENGETAHUAN ORANG BERIMAN BAHWA ALLAH MENGENDALIKAN SEGALANYA SEPANJANG MASA, KESADARANNYA AKAN FAKTA BAHWA SEGALA SESUATU DALAM SETIAP DETAILNYA TERJADI MENURUT KETENTUAN YANG TELAH DITETAPKAN ALLAH, DAN KESADARANNYA BAHWA DIA BERSAMA ALLAH SETIAP SAAT. KEARIFAN JUGA MEMUNGKINKAN SEORANG BERIMAN UNTUK MENYESUAIKAN DIRI DENGAN MUDAH DALAM KONDISI DAN SITUASI YANG BERUBAH-UBAH.

Ketajaman wawasan dan pemahaman orang-orang beriman, perhatian dan kesadaran mereka, kemampuan analitis mereka yang tinggi, moral yang baik, karakter yang kuat, dan kearifan dalam kata dan perbuatan, semuanya merupakan produk alami kearifan mereka. (untuk informasi yang lebih terperinci lihat buku True Wisdom According to the Quran, oleh Harun Yahya)

Bayangkan jika karakteristik luar biasa yang dimiliki perorangan itu dimiliki oleh masyarakat secara keseluruhan. Pikirkan keuntungan bagi masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menggunakan akal dalam segala yang mereka ucapkan, dalam setiap tindakan yang mereka ambil, dalam setiap keputusan yang mereka buat, dan dalam setiap masalah yang mereka hadapi; pikirkan lingkungan yang akan tercipta dalam masyarakat yang terbentuk oleh individu-individu arif… Sungguh, kita memerlukan kehadiran orang-orang arif untuk menjamin kenyamanan, kesehatan, keamanan dan ketenangan pikiran kita. Lebih jauh lagi, keberadaan orang-orang arif ini tak tergantikan untuk mencegah kekacauan, kebingungan dan anarki, dan untuk menemukan solusi atas masalah yang timbul. Dengan mempertimbangkan ini, jelaslah bahwa kunci setiap masalah adalah pengenalan kebutuhan yang dilengkapi kearifan.

Seseorang yang TIDAK BERPIKIR berada SANGAT JAUH DARI KEBENARAN dan menjalani SEBUAH KEHIDUPAN yang PENUH KEPALSUAN DAN KESESATAN. Akibatnya ia tidak akan mengetahui TUJUAN PENCIPTAANNYA, KENAPA ALAM DICIPTAKAN, dan ARTI dari keberadaan DIRInya di dunia. Padahal Alloh telah menciptakan segala sesuatu untuk sebuah TUJUAN. Sebagaimana dinyatakan dalam al-Quran:

“Dan Kami tidak menciptakan langit & bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan HAQ, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. (QS Ad-Dukhon, 44: 38-39).

“Maka apakah Kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakanmu secara diam-diam (saja)¸dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”. (QS Al-Mukminun, 23: 115).

Oleh karena itu, yang paling Pertama wajib untuk dipikirkan secara mendalam oleh setiap orang adalah TUJUAN dari PENCIPTAAN DIRINYA, baru kemudian segala sesuatu yang ia lihat di alam sekitar serta segala kejadian atau peristiwa yang ia jumpai selama hidupnya. Manusia yang tidak memikirkan hal ini, hanya akan mengetahui kenyataan-kenyataan tersebut setelah ia mati. Yakni ketika ia mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di hadapan Alloh; namun saying sudah terlambat. Alloh berfirman dalam al-Quran bahwa pada hari penghisaban, tiap manusia akan berpikir dan menyaksikan kebenaran atau kenyataan tersebut :

“Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam, dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, “alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal shaleh) untuk hidupku ini”. (QS Al-Fajr, 89: 23-24).

Padahal Allaoh telah memberikan kita kesempatan hidup di dunia. Berpikir atau merenung utnuk kemudia mengambil kesimpulan atau pelajaran-pelajaran dari apa yang kita renungkan untuk memahami kebenaran, akan menghasilakn sesuatu yang bernilai bagi kehidupan di akhirat kelak. Dengan alas an inilah, Alloh meawajibkan seluruh manusia, melaluipara Nabi dan Kitab-kitab-Nya, untuk memikirkan dan merenungkan PENCIPTAAN DIRI MEREKA sendiri dan HAKEKAT JAGAD RAYA.


Dan mengapa mereka tidak memkirkan tentang (kejadian) DIRI MEREKA?, Alloh tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan TUJUAN YANG BENAR dan WAKTU yang DITENTUKAN. Dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya”. (QS, Ar-Ruum, 30: 8).

# BERPIKIR MENDALAM
Bukan memegang kepala dgn kedua telapak tangannya, dan menyendiri di ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap “berpikir secara mendalam” sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan “filosofis”. Padahal sebagaimana telah disebutkan dalam pengantar, ALLOH MEWAJIBKAN MANUSIA untuk berpikir secara mendalam atau MERENUNG. ALLOH berfirman bahwa al-Quran diturunkan kepada manusia untuk DIPIKIRKAN dan DIRENUNGKAN untuk kemudian diimplementasikan.
Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka MEMPERKATIKAN (MERENUNGKAN) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai PIKIRAN.” (QS Shaad, 38:29).

Yang ditekankan di sini adalah bahwa setiap orang hendaknya BERUSAHA SECARA IKHLAS SEKUAT TENAGA dlm meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir. Sebaliknya, orang-orang yg tidak mau berusaha berpikir MENDALAM, akan terus-menrus hidup dalam KELALAIAN yang sangat. Kata KELALAIAN mengandung arti “ketidakpedulian (bukan melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobohan,”. Kelalaian manusia yang TIDAK BERPIKIR adalah akibat melupakan atau secara sengaja atau tidak menghiraukan TUJUAN PENCIPTAAN  DIRI MEREKA serta KEBENARAN AJARAN AGAMA. Ini Adalah jalan hidup yang sangat berbahaya yang dapat menghantarkan seseorang ke neraka. Berkenaan dengan hal tersebut, Alloh memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai.
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu, dengan merendahkan siri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang2 yang lalai”. (QS. Al-A’raaf, 7:205). 

Wallahu Alam.

Farmasi Sebagai Profesi

" Pharmacy : The art or profession of preparing and preserving drugs, and of compounding and dispensing medication according to the...