Kamis, 16 Oktober 2014

CINTA YANG SAH DAN YANG TIDAK SAH, sebuah Apresiasi Terhadap Romantisisme


 "Temukan cintamu, niscaya kau temukan jati dirimu".
 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu...” (QS. Al Mumtahanah, 60: 1)


Sentimentalisme, atau dengan kata lain, kerinduan romantis, menjadikan dirinya lebih sering dikenal dalam  samaran "cinta". Kaum nasionalis romantis menyatakan mencintai negara mereka, yang menjadi alasan bagi mereka untuk memusuhi atau bahkan menyerang bangsa-bangsa lain. Atau kita bisa memperhatikan seorang pemuda yang jatuh cinta kepada seorang gadis yang dijadikan satu-satunya fokus dalam hidupnya. Yang menuntun pemuda itu menulis bagi sang gadis puisi, "Aku cinta kepadamu", dan menjadi terobsesi dengannya sampai hendak bunuh diri, dan bahkan "memuja" sang gadis, adalah gagasan "cinta". Kemudian ada kaum homoseksual, mereka yang jelas-jelas melanggar larangan Tuhan, tanpa malu-malu dan berkeras mempraktikkan penyimpangan seksualnya; mereka juga mengklaim telah menemukan "cinta".

Sementara bagi mayoritas orang, mereka mengira bahwa setiap perasaan yang mengatasnamakan "cinta" dianggap mulia, murni dan bahkan suci, dan bahwa contoh-contoh kerinduan romantis seperti yang disebutkan di atas, dapat diterima sepenuhnya. Cinta memang perasaan yang indah, yang dianugrahkan Allah kepada manusia, tetapi penting untuk membedakan apakah cinta itu nyata atau tidak, dan untuk menimbang-nimbang kepada siapa cinta ditujukan, dan sentimen apa yang menjadi dasarnya. Penyelidikan demikian akan menjelaskan perbedaan antara sentimentalisme yang mengarah pada cinta yang menyimpang, dan cinta sejati, seperti yang difirmankan Allah di dalam Al Quran.

Masalah ini akan coba kita kaji dalam tulisan ini. Namun, pertama-tama, sebagai informasi awal, mari kita kaji makna cinta seperti yang dinyatakan dalam Al Quran. Menurut Al Quran, (Kitab Penyempurna terakhir kehidupan manusia, sebagai Manual book Pencinptaan Manusia) cinta harus ditujukan kepada yang berhak menerimanya. Mereka yang tidak pantas menerimanya tidak perlu dicintai. Bahkan kita diharuskan menjaga jarak secara emosional dari mereka, atau setidaknya, tidak merasakan kecenderungan ke arah mereka. Tetapi mereka yang pantas menerimanya, pantas dicintai karena sifat-sifat baiknya.
 
Satu-satunya Zat yang berhak menerima cinta mutlak adalah Allah, yang menciptakan kita semua. Allah yang menciptakan kita, melimpahi dengan nikmat yang tidak terhitung banyaknya, yang menunjukkan jalan, dan menjanjikan surga abadi untuk kita. Dia menolong kita keluar dari setiap kecemasan dan dengan sabar mendengarkan setiap doa kita. Dialah yang memberi kita makan hingga kenyang, mengobati kita apabila sakit dan kemudian mengembalikan semangat kita. Karena itu, mereka yang memahami misteri alam semesta akan mencintai Allah di atas segalanya, dan mencintai siapa saja yang dicintai Allah, yaitu orang-orang yang taat mengikuti kehendak-Nya.

Di lain pihak, para pembangkang yang memberontak terhadap Allah, Tuhan mereka, tidaklah layak untuk dicintai. Memberikan cinta kepada orang-orang itu adalah kesalahan besar, bertentangan dengan peringatan Allah terhadap orang beriman dalam firman-Nya berikut ini:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasilh sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al Mumtahanah, 60: 1) 

Seperti yang dinyatakan pada ayat di atas, orang beriman tidak boleh memberikan cintanya kepada pembangkang. Ada hal penting di sini yang perlu diingat: meskipun orang beriman tidak merasakan cinta dalam hatinya bagi seseorang yang menolak agama, dia harus tetap berusaha dengan segala daya untuk mengajaknya beriman dan patuh kepada Allah. "Tidak mencintai" orang seperti itu bukan berarti membencinya, atau tidak menghendaki apa yang baik baginya. Sebaliknya, orang beriman kepada Allah akan menjelaskan makna agama kepada siapa saja yang mencari jalan lurus, dan yang mau menerima petunjuk. Orang beriman yang mengingatkan orang lain tentang keberadaan surga dan neraka, dan memperingatkannya tentang kematian, hari perhitungan, dan kehidupan akhirat, akan memenuhi tugasnya dengan kepedulian dan kasih sayang. Bahkan jika seseorang tetap tidak beriman, walaupun segenap daya upaya sudah dikerahkan, ini tidaklah menghalangi Muslim untuk berbuat adil terhadapnya. Kecuali seseorang mencoba menyakiti orang-orang beriman, atau menyebabkan konflik dan pertentangan antar se-sama, seorang muslim harus tetap bersikap toleransi kepada semuanya, karena Allah sudah memberi perintah kepada orang-orang yang beriman:

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah, 60: 8-9) 

Pada ayat di atas, seperti juga ayat sebelumnya (QS. Al Mumtahanah, 60: 1), Allah, dengan kebijaksanaan-Nya, mengajarkan kita suatu hal yang sangat penting untuk dipahami. Emosi tidak boleh menuntun perilaku seseorang, karena ia dapat menjerumuskannya pada kesalahan besar. Seseorang harus bertindak, tidak menurutkan emosinya, tetapi menurutkan akal sehatnya, kehendak bebasnya, dan perintah Allah. Lebih jauh, dia harus melatih emosinya agar selaras dengan akal sehat dan kehendaknya.

Kita dapat mengenali kebutuhan ini dalam diri siapa saja yang sudah jatuh ke dalam perangkap sentimentalitas. Ratusan juta orang diperbudak oleh perasaan, ambisi, nafsu, kebencian dan kemarahan mereka. Mereka melakukan hal-hal yang tidak rasional, dan mem-benarkan tindakan mereka dengan menyatakan ketidakberdayaan, misalnya berkata, "Saya tidak bisa menahannya, saya benar-benar menyukainya," atau "Saya tidak berdaya. Saya menginginkannya. Saya merasa menyukainya." Tetapi sebenarnya, sesuatu yang "disukai" seseorang tidak berarti baik atau sah. Perasaan di dalam diri kita selalu mendorong kita untuk melakukan kesalahan, dengan setan menghasut kita melakukan kesalahan yang lebih besar lagi. Ketika seseorang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Allah, dan berdalih, "Saya tidak kuasa menahannya. Saya merasa menyukainya," sebenarnya dirinya bertindak sebagai alat setan. Di dalam Al Quran, Allah merujuk orang-orang seperti itu melalui ayat berikut:

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat ber-dasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al Jaatsiyah, 45: 23) 

Jika diteliti pelbagai contoh romantisisme berlebihan, amatlah banyak, sejenis sentimentalisme. Pernahkah kita merenungkan bahaya yang mengancam manusia dari cara berpikir demikian, dan bagaimana penyakit itu bisa diatasi?

hmmm....sungguh banyak hal yang melalaikan kita merenungkannya bukan?.
Mari kawan kita kembali mensyukuri karunia kemampuan kita untuk BERPIKIR.

~Kawanmu

BAHAYA MANUSIA YANG TIDAK BERPIKIR & BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERFIKIR



I.BAHAYA MANUSIA YANG TIDAK BERPIKIR


  • Pernahkah Anda memikirkan bahwa Anda TIDAK ADA SEBELUM DILAHIRKAN ke dunia ini?; dan Anda TELAH DICIPTAKAN DARI KETIADAAN?
  • Pernahkah Anda berpikir, bagaimana bunga yg setiap hari Anda lihatsaat Anda lewat, yang tumbuh dari tanah yang hitam, ternyata memiliki BAU YANG HARUM SERTA TAMPAK BERWARNA WARNI?
  • Pernahkah Anda memikirkan seekor nyamuk, yang sangat mengganggu ketika terbang mengitari Anda, mengepakkan sayapnya dengan kecepatan yang sedemikian tingi sehingga KITA TIDAK MAMPU MELIHATNYA?
  • Pernahkah Anda berpikir bahwa lapisan luar dari buah-buahan seperti pisang, semangka, melon dan jeruk berfungsi sebagai pembungkus yang sangat berkualitas, yang membungkus daging buahnya sedemikian rupa sehingga RASA DAN KEHARUMANNYA tetap terjaga?
  • Pernahkah Anda berpikir bahwa gempa bumi mungkion saja dating secara tiba-tiba ketiak Anda sedang tidur, yang menghancurluluhkan rumah, kantor dan kota Anda hingga rata dengan tanah sehingga  dalam tempo beberapa detik saja Anda pun KEHILANGAN SEGALA SESUATU YANG ANDA MILIKI DI DUNIA INI?
  • Pernahkah Anda berpikir bahwa kehidupan Anda berlalu dengan sangat cepat, Anda pun menjadi semakin tua dan lemah, dan lambat laun KEHILANGAN KETAMPANAN ATAU KECANTIKAN, KESEHATAN DAN KEKUATAN ANDA?
  • Pernahkah Anda memikirkan bahwa suatu hari nanti malaikat yang diutus oleh Alloh akan datang MENJEMPUT UNTUK MEMBAWA ANDA MENINGGALKAN DUNIA INI?
JIKA DEMIKIAN, Pernahkah Anda berpikir mengapa MANUSIA DEMIKIAN terbelengu oleh KEHIDUPAN DUNIA yang sebentar lagi akan mereka tinggalkan? Dan yang seharusnya mereka jadikan sebagai tempat untuk bekerja keras dalam meraih kebahagiaan hidup di Akhirat?

Manusia adalah MAKHLUK yang dilengkapi Alloh sarana BERPIKIR. Namun saying kebanyakan mereka tidak menggunakan sarana yang TERAMAT PENTING ini sebagaimana mestinya. Bahkan pada kenyataannya sebagian manusia HAMPIR TIDAK PERNAH BERPIKIR.

Sebenarnya setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang seringkali ia sendiri tidak menyadari. Ketika menggunakan kemampuan berpikir tersebut, fakta-fakta yang sampai sekarang tidak mampu diketahuinya, lambat laun mulai terbuka di hadapanya. Semakin dalam ia berpikir, semakin bertambahlah kemampuan berpikrinya dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi setiap orang. Harus disadari bahwa TIAP ORANG mempunyai KEBUTUHAN untuk BERPIKIR serta menggunakan AKALNYA SEMAKSIMAL MUNGKIN.

Beberapa Contoh Bahaya MANUSIA yang Tidak Berpikir

Albert Einstein:
Ditemukan sebuah buku yang mendeskripsikan penyesalan Albert Einstein di Akhir masa hidupnya, bahwa dia menciptakan perumusan yang tidak lengkap yaitu E=mc2 yang fenomenal itu, ditunjukkan kelemahannya oleh Albert Eisntein sendiri bahwa itu hanya terjadi di ruangan vaccum yang tidak terjangkau oleh kekuatan yang sesungguhnya yaitu Kekuatan Sang Maha Pencipta yang tidak ia cantumkan dalam rumusnya tersebut itu. Artinya jika Tuhan tidak menghendaki, maka energi tidak akan berubah jadi materi atau sebaliknya. Tetapi jika manusia yang tidak berpikir lalu menggunakan penemuan E=mc2 ini, maka lahirlah penciptaan bom atom yang dapat meluluhlantakkan kehidupan manusia lainnya.

Teori Darwinisme
Kaum nasionalis romantik menggunakan apa yang disebut "pengungkapan ilmiah dan filosofis" sebagai pembenaran bagi kegemaran mereka menumpahkan darah. Basis dari "pegungkapan" ini adalah Teori Evolusi Darwin.

Darwin, seorang ahli biologi Inggris, menulis buku berjudul "The Origin of the Species" yang diterbitkan tahun 1859. Di dalam buku ini, dia berpendapat bahwa pergulatan tak kenal belas kasih selalu terjadi di alam dan, tergantung pada apakah mereka memperoleh keuntungan atau tidak, mahluk hidup berkembang dan spesies baru pun muncul. Dengan kata lain, menurut Darwin, kunci perkembangan di alam adalah konflik. Di dalam bukunya yang lain, The Descent Man, yang diterbitkan tahun 1871, Darwin mengembangkan gagasannya dengan lebih meyakinkan, dan lebih jauh mengajukan pendapat bahwa sebagian ras manusia relatif lebih maju daripada ras lainnya. Dan ini menjadi pondasi rasisme ilmiah. Darwin menganggap ras kulit putih Eropa sebagai "ras yang maju", dan bangsa Afrika, Asia, dan bahkan Turki, sebagai "ras primitif dan setengah kera".

Dengan menyebarnya teori Darwin, rasisme dan mili-tansi segera mendapatkan dukungan, sampai pada tahapan mereka mulai merasa memiliki "fakta ilmiah".

Hubungan antara Darwinisme dan nasionalisme romantik menjadi jelas: Kaum nasionalis romantik menemukan nafsu berkonflik, dan obsesi mereka dengan keunggulan ras mereka sendiri dibandingkan ras lain, pada Darwinisme.

Pengaruh Darwinisme yang menimbulkan bencana dapat dikenali pada tingkat pertumpahan darah luar biasa yang terjadi dalam Perang Dunia Pertama. Tanpa keraguan sedikit pun, jendral-jendral Jerman, Prancis, Inggris, Rusia, dan Austria mengirim ratusan ribu tentara untuk mati sia-sia. Mereka mengikuti dengan setia slogan Darwinisme bahwa, "mahluk hidup berkembang melalui konflik dan ras-ras mencapai dominasinya melalui perang". Berdasarkan alur pemikiran inilah mereka memberikan perintah untuk berperang.


II. BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR

# PIKIRKAN TENTANG TUJUAN PENCIPTAAN DIRI DAN HAKEKAT JAGAD RAYA

“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS. Maryam, 19: 65).

Perbedaan penting antara orang yang ARIF dengan orang yang CERDAS sering tidak dipahami. Ini merupakan kesalahan besar. Kata "KECERDASAN" umumnya digunakan dalam masyarakat untuk menunjukkan kualitas ketajaman mental saja, dan ini sangat berbeda dengan KEARIFAN.

KEARIFAN adalah kualitas orang beriman yang memiliki kemampuan untuk mengenali tanda-tanda samar dari Allah dalam segala sesuatu yang diciptakan-Nya, yang membuat dia memahami dunia sekitarnya. Tetapi, upaya apa pun untuk memikirkan hal-hal ini, yang hanya mengandalkan kemampuan otak untuk memperhitungkan sebab dan akibat, akan berujung pada persepsi realitas yang sempit dan mekanistik. KECERDASAN adalah kualitas orang beriman yang mempunyai keimanan teguh kepada Allah, dan yang menjalani kehidupannya berdasarkan ajaran ayat-ayat Al Quran. KECERDASAN adalah karakteristik fisik yang dimiliki semua individu dalam pelbagai tingkatan, sedangkan KEARIFAN adalah kualitas yang hanya dimiliki oleh orang-orang beriman. Mereka yang tidak mempunyai KEIMANAN berarti tidak memiliki "KEBAJIKAN" dari kearifan.

KEARIFAN memungkinkan seorang beriman mengerahkan kemampuan mental, penilaian, dan logika, yang berarti memanfaatkan KEBAJIKANnya. Seseorang tanpa KEARIFAN, setinggi apa pun kecerdasan-nya, pada satu saat akan tersesat ke dalam CARA BERPIKIR YANG SALAH ATAU PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG BURUK.

Jika kita mencermati para filosof yang tidak beriman sepanjang sejarah, kita akan menyadari bahwa mereka menyatakan pandangan yang berbeda dan bahkan terkadang saling bertolak belakang untuk permasalahan yang sama. Meskipun mereka adalah orang-orang dengan kecerdasan tinggi, mereka tidak beriman, dan karena tidak beriman, mereka juga tidak cukup arif sehingga tidak mampu mencapai kebenaran. Bahkan sebagian dari mereka menarik manusia ke dalam kesalahan tak terhitung banyaknya. Kita bisa menemukan beberapa contoh demikian dalam sejarah sekarang ini: Banyak filosof, ideologis dan negarawan, seperti Marx, Engels, Lenin, Trotsky, walaupun mereka sangat cerdas, telah menye-babkan bencana bagi jutaan orang, karena mereka tidak mampu menggunakan pikiran mereka secara efektif. Sebaliknya, KEARIFAN menjamin perdamaian, kesejahteraan, dan kebahagian, dan menunjuk-kan cara untuk mencapai semua itu.



KECERDASAN memungkinkan kita, antara lain, untuk berpikir, mem-bentuk persepsi, memusatkan perhatian, dan melakukan aktivitas praktis. Tetapi, lebih dari semua ini, seorang yang arif juga mempunyai pemahaman mendalam yang tidak bisa diperoleh dengan kecerdasan saja, dan dengan kearifan itu dia bisa membedakan antara KEBENARAN DAN KESALAHAN. Oleh karena itu, seorang yang ARIF memiliki WAWASAN JAUH LEBIH LUAS DIBANDINGKAN SEORANG YANG CERDAS.

Sumber kearifan, seperti yang disebutkan sebelumnya, adalah KEIMANAN DAN KETAKWAAN kepada Allah yang tertanam dalam. Mereka yang bertakwa kepada Allah, benar-benar memperhatikan semua perintah dan larangan-Nya, sehingga memiliki wawasan luas sebagai berkah dari Allah. Tetapi, meskipun kebajikan ini mudah diperoleh, HANYA SEDIKIT ORANG YANG DIANUGERAHI KEARIFAN. Kondisi ini, yang disampaikan Allah melalui firman-Nya dalam Al Quran, "Kebanyakan mereka tidak menggunakan akalnya". (QS. Al Maidah, 5: 103), timbul dari kenyataan bahwa kebanyakan orang tidak mem-punyai keimanan yang benar, karena tidak menyisakan ruang dalam kehidupannya bagi Al Quran.

KEARIFAN yang Allah anugerahkan kepada siapa saja yang bertakwa kepada-Nya, dan yang menjalani kehidupannya sesuai tuntunan Al Quran, membuat orang beriman lebih unggul daripada orang tidak beriman dalam banyak hal. Komponen dasar KEARIFAN ADALAH PENGETAHUAN ORANG BERIMAN BAHWA ALLAH MENGENDALIKAN SEGALANYA SEPANJANG MASA, KESADARANNYA AKAN FAKTA BAHWA SEGALA SESUATU DALAM SETIAP DETAILNYA TERJADI MENURUT KETENTUAN YANG TELAH DITETAPKAN ALLAH, DAN KESADARANNYA BAHWA DIA BERSAMA ALLAH SETIAP SAAT. KEARIFAN JUGA MEMUNGKINKAN SEORANG BERIMAN UNTUK MENYESUAIKAN DIRI DENGAN MUDAH DALAM KONDISI DAN SITUASI YANG BERUBAH-UBAH.

Ketajaman wawasan dan pemahaman orang-orang beriman, perhatian dan kesadaran mereka, kemampuan analitis mereka yang tinggi, moral yang baik, karakter yang kuat, dan kearifan dalam kata dan perbuatan, semuanya merupakan produk alami kearifan mereka. (untuk informasi yang lebih terperinci lihat buku True Wisdom According to the Quran, oleh Harun Yahya)

Bayangkan jika karakteristik luar biasa yang dimiliki perorangan itu dimiliki oleh masyarakat secara keseluruhan. Pikirkan keuntungan bagi masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menggunakan akal dalam segala yang mereka ucapkan, dalam setiap tindakan yang mereka ambil, dalam setiap keputusan yang mereka buat, dan dalam setiap masalah yang mereka hadapi; pikirkan lingkungan yang akan tercipta dalam masyarakat yang terbentuk oleh individu-individu arif… Sungguh, kita memerlukan kehadiran orang-orang arif untuk menjamin kenyamanan, kesehatan, keamanan dan ketenangan pikiran kita. Lebih jauh lagi, keberadaan orang-orang arif ini tak tergantikan untuk mencegah kekacauan, kebingungan dan anarki, dan untuk menemukan solusi atas masalah yang timbul. Dengan mempertimbangkan ini, jelaslah bahwa kunci setiap masalah adalah pengenalan kebutuhan yang dilengkapi kearifan.

Seseorang yang TIDAK BERPIKIR berada SANGAT JAUH DARI KEBENARAN dan menjalani SEBUAH KEHIDUPAN yang PENUH KEPALSUAN DAN KESESATAN. Akibatnya ia tidak akan mengetahui TUJUAN PENCIPTAANNYA, KENAPA ALAM DICIPTAKAN, dan ARTI dari keberadaan DIRInya di dunia. Padahal Alloh telah menciptakan segala sesuatu untuk sebuah TUJUAN. Sebagaimana dinyatakan dalam al-Quran:

“Dan Kami tidak menciptakan langit & bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan HAQ, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. (QS Ad-Dukhon, 44: 38-39).

“Maka apakah Kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakanmu secara diam-diam (saja)¸dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”. (QS Al-Mukminun, 23: 115).

Oleh karena itu, yang paling Pertama wajib untuk dipikirkan secara mendalam oleh setiap orang adalah TUJUAN dari PENCIPTAAN DIRINYA, baru kemudian segala sesuatu yang ia lihat di alam sekitar serta segala kejadian atau peristiwa yang ia jumpai selama hidupnya. Manusia yang tidak memikirkan hal ini, hanya akan mengetahui kenyataan-kenyataan tersebut setelah ia mati. Yakni ketika ia mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di hadapan Alloh; namun saying sudah terlambat. Alloh berfirman dalam al-Quran bahwa pada hari penghisaban, tiap manusia akan berpikir dan menyaksikan kebenaran atau kenyataan tersebut :

“Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam, dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, “alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal shaleh) untuk hidupku ini”. (QS Al-Fajr, 89: 23-24).

Padahal Allaoh telah memberikan kita kesempatan hidup di dunia. Berpikir atau merenung utnuk kemudia mengambil kesimpulan atau pelajaran-pelajaran dari apa yang kita renungkan untuk memahami kebenaran, akan menghasilakn sesuatu yang bernilai bagi kehidupan di akhirat kelak. Dengan alas an inilah, Alloh meawajibkan seluruh manusia, melaluipara Nabi dan Kitab-kitab-Nya, untuk memikirkan dan merenungkan PENCIPTAAN DIRI MEREKA sendiri dan HAKEKAT JAGAD RAYA.


Dan mengapa mereka tidak memkirkan tentang (kejadian) DIRI MEREKA?, Alloh tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan TUJUAN YANG BENAR dan WAKTU yang DITENTUKAN. Dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya”. (QS, Ar-Ruum, 30: 8).

# BERPIKIR MENDALAM
Bukan memegang kepala dgn kedua telapak tangannya, dan menyendiri di ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap “berpikir secara mendalam” sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan “filosofis”. Padahal sebagaimana telah disebutkan dalam pengantar, ALLOH MEWAJIBKAN MANUSIA untuk berpikir secara mendalam atau MERENUNG. ALLOH berfirman bahwa al-Quran diturunkan kepada manusia untuk DIPIKIRKAN dan DIRENUNGKAN untuk kemudian diimplementasikan.
Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka MEMPERKATIKAN (MERENUNGKAN) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai PIKIRAN.” (QS Shaad, 38:29).

Yang ditekankan di sini adalah bahwa setiap orang hendaknya BERUSAHA SECARA IKHLAS SEKUAT TENAGA dlm meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir. Sebaliknya, orang-orang yg tidak mau berusaha berpikir MENDALAM, akan terus-menrus hidup dalam KELALAIAN yang sangat. Kata KELALAIAN mengandung arti “ketidakpedulian (bukan melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobohan,”. Kelalaian manusia yang TIDAK BERPIKIR adalah akibat melupakan atau secara sengaja atau tidak menghiraukan TUJUAN PENCIPTAAN  DIRI MEREKA serta KEBENARAN AJARAN AGAMA. Ini Adalah jalan hidup yang sangat berbahaya yang dapat menghantarkan seseorang ke neraka. Berkenaan dengan hal tersebut, Alloh memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai.
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu, dengan merendahkan siri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang2 yang lalai”. (QS. Al-A’raaf, 7:205). 

Wallahu Alam.

Farmasi Sebagai Profesi

" Pharmacy : The art or profession of preparing and preserving drugs, and of compounding and dispensing medication according to the...